Tahun ini tepat 17 tahun ISI Surakarta memperingati Hari Tari Dunia (World Dance Day) dengan “24 Jam Menari ISI Surakarta”. Meski dalam tiga tahun terakhir, dikarenakan situasi pandemi Covid-19, 24 Jam Menari ISI Surakarta digelar dengan konsep daring dan hibrid.
Peringatan Hari Tari Dunia tahun 2023 ini berupaya mengulang hiruk pikuk penyelenggaraan pesta tari dengan hastag #gegaramenari tahun 2019 dengan memperluas jejaring dan relasi dengan menyuarakan kebanggaan insan tari bersama seluruh stakeholder tari. Pertunjukan tari masih mempertahankan gelaran tari di berbagai venue di lingkungan Kampus ISI Surakarta, Kentingan dan beberapa penari yang menari selama 24 Jam nonstop. Dari sisi kualitas pertunjukan, panitia berusaha memberikan yang terbaik kepada seluruh penonton dengan proses kurasi terhadap sejumlah karya dari para penampil. Lebih dari 150 kelompok tari dari berbagai wilayah di Indonesia dan satu kelompok dari Malaysia akan dipergelarkan secara bergantian di 5 venue selama 24 Jam nonstop, mulai tanggal 29 April 2023 pukul 06.00 hingga pukul 06.00 tanggal 30 April 2023.
Garda The Musical
Gelaran 24 Jam Menari ISI Surakarta Tahun 2023 ini akan menjadi sangat istimewa karena ada dua karya pada pertunjukan primetime, Garda the Musical karya Eko Supriyanto dan Pergelaran empat Keraton turunan Kerajaan Mataram yang ada di Jawa, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta, dan Pura Pakualam Yogyakarta. Pertunjukan “Garda the Musical” akan dilaksanakan pada tanggal 29 April 2023 pukul 19.30 WIB di Teater Besar ISI Surakarta. Garda adalah padanan dari garuda, burung pemberani yang kemudian diangkat oleh para pendiri bangsa menjadi lambang NKRI. Garuda menurut mitos Hindu adalah kendaraan Dewa Wisnu. Burung Garuda sangat mirip dengan Elang Jawa.
Garda the Musical adalah karya yang terilhami oleh kehidupan dunia burung di Nusantara. Gagasan garap karya ini adalah me-manusiakan burung, artinya manusia tidak (jangan sampai) meniru seperti burung. Tetapi memberi nilai kepada karakter-karakter burung untuk menyuarakan kemanusiaan. Garda adalah wujud kebijaksanaan mengelola harmonisasi alam, dengan ‘pusaka’ cahaya delima, untuk
menyingkirkan kejahatan. Kisah ini diawali oleh tokoh ibu yang kehilangan anaknya, Jenar. Jenar (Burung Kenari), sedang melakukan perjalanan dan pencarian yang termotivasi menjadi tokoh Garda, yang pemberani, perkasa, dan bijaksana. Bermimpi mendapatkan pusaka cahaya delima dan seketika ia dapat berubah menjadi Garda. Pusaka cahaya delima adalah sebuah idiom tentang ilmu pengetahuan. Semua orang dapat memiliki cahaya delima dengan belajar keras dan tekun serta memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mengamalkan pengetahuan. Kata Delima adalah personifikasi dari lima sila dari Pancasila.
Pesan yang ingin disampaikan dalam pertunjukan ini, pusaka sejati adalah berkumpulnya ibu dan anak, masing-masing adalah pusaka itu sendiri, tidak terpisahkan oleh ego dan ambisi. Demikian pula dengan ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh secara instan tetapi harus dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Garda the Musical adalah karya kolaborasi antara Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta dengan EkosDance Company Solo. Didukung oleh penari dan aktor mahasiswa dari Fakultas Seni Pertunjukan dan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta serta diperkuat oleh tiga artis multitalenta, Dwi Sasono, Widi Mulia, dan Beyon Destiano.
Hadir dalam Konferensi Pers Garda the Musical antara lain Eko ‘PC’ Supriyanto sebagai Direktur Artistik & Sutradara, Hanindawan (Penulis Naskah), Eko Supendi dan R. Danang Cahyo W (Koreografer), Gondrong Gunarto (Penata Musik), dan tak ketinggalan para pemain diantaranya Widi Mulia, Beyon Destiano, serta Woro Mustiko Siwi [humasisiska/anh/ant]








